BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam sejarah profesi maupun tenaga kesehatan, telah di ketahui bahwa bidan
adalah salah satu profesi tertua di dunia sejak adanya peradaban umat manusia.
Bidan muncul sebagai wanita terpercaya dalam mendampingi dan menolong ibu yang
melahirkan. Peran dan posisi bidan dimasyarakat sangat dihargai dan dihormati
karena tugasnya yang sangat mulia, memberi semangat, membesarkan hati,
mendampingi, serta menolong ibu yang melahirkan sampai ibu dapat merawat
bayinya dengan baik.
Bidan sebagai pekerja profesional dalam menjalankan tugas dan prakteknya,
bekerja berdasarkan pandangan filosofis yang dianut, keilmuan, metode kerja,
standar praktik pelayanan serta kode etik yang dimilikinya
Keberadaan bidan di Indonesia sangat diperlukan dalam upaya meningkatkan
kesejahteraan ibu dan janinnya, salah satu upaya yang dilakukan oleh pemerintah
adalah mendekatkan pelayanan kebidanan kepada setiap ibu yang membutuhkannya.
Pada tahun 1993 WHO merekomendasikan agar bidan di bekali pengetahuan dan ketrampilan
penanganan kegawatdaruratan kebidanan yang relevan. Untuk itu pada tahun 1996
Depkes telah menerbitkan Permenkes No.572/PER/Menkes/VI/96 yang memberikan
wewenang dan perlindungan bagi bidan dalam melaksanakan tindakan penyelamatan
jiwa ibu dan bayi baru lahir.
Pada pertemuan pengelola program Safe Mother Hood dari negara-negara di
wilayah Asia Tenggara pada tahun 1995, disepakati bahwa kualitas pelayanan
kebidanan diupayakan agar dapat memenuhi standar tertentu agar aman dan
efektif. Sebagai tindak lanjutnya WHO mengembangkan Standar Pelayanan
Kebidanan. Standar ini kemudian diadaptasikan untuk pemakaian di Indonesia,
khususnya untuk tingkat pelayanan dasar, sebagai acuan pelayanan di tingkat
masyarakat.
Selain standar pelayanan, profesi bidan pun memiliki standar kompetensi dan
standar praktek yang telah di sepakati dan berlaku hingga saat ini. Dengan
adanya standar-standar yang berlaku, maka dalam menjalankan tugasnya seorang
bidan di tuntut untuk selalu mengikuti dan menerapkan standar-standar tersebut
dalam prakteknya.
Makalah ini, akan membahas mengenai standar praktek bidan bersama salah
satu contoh kasus mengenai standar praktek bidan yang bila di abaikan maka akan
membuat kerugian pada bidan tersebut.
B. Rumusan Masalah
Makalah ini akan
membahas masalah tentang standar praktek bidan yang terdiri dari:
Ø
Apa yang di maksud dengan bidan?
Ø
Apakah definisi dari standar?
Ø
Apa pengertian dari standar praktek kebidanan?
Ø
Apa saja yang menjadi standar praktek bidan?
Ø
Bagaimana dan apa saja yang menjadi syarat
teresgistrasinya praktek bidan?
Ø
Bagaimana contoh kasus pelanggaran yang di lakukan
seorang bidan terhadap standar praktek dan hukum yang berlaku?
C. Tujuan
Ada pun tujuan dari
pembuatan makalah ini ialah :
Ø
Untuk mengetahui apa yang di maksud dengan bidan.
Ø
Untuk mengetahui apa yang di maksud dengan standar.
Ø
Untuk mengetahui apa yang di maksud standar praktek
bidan.
Ø
Untuk mengetahui tentang standar-standar yang ada
dalam praktek bidan.
Ø
Untuk mengetahui bagaimana dan apa saja persyaratan
yang di perlukan dalam registrasi praktek bidan.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengaertian
Bidan
Definisi Bidan (ICM) mengatakan bahwa bidan adalah
seorang yang telah menjalani program pendidikan bidan yang diakui oleh negara
tempat ia tinggal, dan telah berhasil menyelesaikan studi terkait serta
memenuhi persyaratan untuk terdaftar dan atau memiliki izin formal untuk
praktek bidan.
B. Pengertian Standar
Standar adalah ukuran atau parameter yang di gunakan sebagai
dasar untuk menilai tingkat kualitas yang telah di sepakati dan mampu di capai
dengan ukuran yang telah di tetapkan.
C. Pengertian Standar Praktek Kebidanan (SPK)
Standar Pelayanan Kebidanan (SPK) adalah rumusan tentang penampilan atau
nilai diinginkan yang mampu dicapai, berkaitan dengan parameter yang telah
ditetapkan yaitu standar pelayanan kebidanan yang menjadi tanggung jawab
profesi bidan dalam sistem pelayanan yang bertujuan untuk meningkatkan
kesehatan ibu dan anak dalam rangka mewujudkan kesehatan keluarga dan
masyarakat (Depkes RI, 2001: 53).
D. Standar
praktek kebidanan
Standar
Praktek Kebidananan (SPK) di bagi menjadi sembilan standar, yang terdiri dari :
1. Standar I : Metode asuhan
Asuhan kebidanan dilaksanakan dengan metode manajemen kebidanan dengan
langkah yaitu pengumpulan data dan analisis data, penentuan diagnosa
perencanaan pelaksanaan, evaluasi dan dokumentasi.
Definisi
Operasional :
a. Ada format manajemen kebidanan yang sudah terdaftar
pada catatan medis.
b. Format manajemen kebidanan terdiri dari : format
pengumpulan data, rencana format pengawasan resume dan tindak lanjut catatan
kegiatan dan evaluasi.
2. Standar II : Pengkajian
Pengumpulan data tentang status kesehatan kilen dilakukan secara sistematis
dan berkesinambungan. Data yang diperoleh dicatat dan dianalisis.
Definisi
Operasional :
a.
Ada format
pengumpulan data
b.
Pengumpulan data
dilakukan secara sistematis terfokus yang meliputi data :
·
Demografi
identitas klien
·
Riwayat penyakit
terdahulu
·
Riwayat
kesehatan reproduksi
·
Keadaan
kesehatan saat ini termasuk kesehatan reproduksi
·
Analisis data
c.
Data dikumpulkan
dari :
·
Klien/pasien,
keluarga dan sumber lain
·
Tenaga kesehatan
·
Individu dalam
lingkungan terdekat
d.
Data diperoleh
dengan cara :
·
Wawancara
·
Observasi
·
Pemeriksaan
fisik
·
Pemeriksaan
penunjang
3. Standar III : Diagnosa kebidanan
Diagnosa
kebidanan dirumuskan berdasarkan analisis data yang telah dikumpulkan.
Definisi
Operasional :
a. Diagnosa kebidanan dibuat sesuai dengan kesenjangan
yang dihadapi oleh klien / suatu keadaan psikologis yang ada pada tindakan
kebidanan sesuai dengan wewenang bidan dan kebutuhan klien.
b. Diagnosa kebidanan dirumuskan dengan padat, jelas,
sistematis mengarah pada asuhan kebidanan yang diperlukan oleh klien
4. Standar IV : Rencana asuhan
Rencana Asuhan kebidanan
dibuat berdasarkan diagnosa kebidanan
Definisi Operasional :
a. Ada format rencana asuhan kebidanan
b. Format rencana asuhan kebidanan terdiri dari diagnosa,
rencana tindakan dan evaluasi
5. Standar V : Tindakan
Tindakan kebidanan
dilaksanakan berdasarkan rencana dan perkembangan keadaan klien dan dilanjutkan
dengan evaluasi keadaan klien.
Definisi Operasional :
a. Ada format tindakan kebidanan dan evaluasi
b. Format tindakan kebidanan terdiri dari tindakan dan
evaluasi
c. Tindakan kebidanan dilaksanakan sesuai dengan rencana
dan perkembangan klien
d. Tindakan kebidanan dilaksanakan sesuai dengan prosedur
tetap dan wewenang bidan atau tugas kolaborasi
e. Tindakan kebidanan dilaksanakan dengan menerapkan kode
etik kebidanan etika kebidanan serta mempertimbangkan hak klien aman dan nyaman
f. Seluruh tindakan kebidanan dicatat pada format yang
telah tersedia.
6. Standar VI : Partisipasi klien
Tindakan
kebidanan dilaksanakan bersama-sama / partisipasi klien dan keluarga dalam
rangka peningkatan pemeliharaan dan pemulihan kesehatan
Definisi Operasional :
a. Klien / keluarga mendapatkan informasi tentang :
·
Status kesehatan
saat ini
·
Rencana tindakan
yang akan dilaksanakan
·
Peranan klien /
keluarga dalam tindakan kebidanan
·
Peranan petugas
kesehatan dalam tindakan kebidanan
·
Sumber-sumber
yang dapat dimanfaatkan
b. Klien dan keluarga bersama-sama dengan petugas
melaksanakan tindakan kegiatan.
7. Standar VII : Pengawasan
Monitor /
pengawasan terhadap klien dilaksanakan secara terus menerus dengan tujuan untuk
mengetahui perkembangan klien.
Definisi Operasional :
a. Adanya format pengawasan klien
b. Pengawasan dilaksanakan secara terus menerus sitematis
untuk mengetahui keadaan perkembangan klien
c. Pengawasan yang dilaksanakan selalu dicatat pada
catatan yang telah disediakan
8. Standar VIII : Evaluasi
Evaluasi
asuhan kebidanan dilaksanakan terus menerus seiring dengan tindakan kebidanan
yang dilaksanakan dan evaluasi dari rencana yang telah dirumuskan.
Difinisi Operasional :
a. Evaluasi dilaksanakan setelah dilaksanakan tindakan
kebidanan kepada klien sesuai dengan standar ukuran yang telah ditetapkan
b. Evaluasi dilaksanakan untuk mengukur rencana yang
telah dirumuskan
c. Hasil evaluasi dicatat pada format yang telah
disediakan
9. Standar IX : Dokumentasi
Asuhan
kebidanan didokumentasikan sesuai dengan standar dokumentasi asuhan kebidanan
yang diberikan
Definisi Operasional :
a. Dokumentasi dilaksanakan untuk disetiap langkah
manajemen kebidanan
b. Dokumentasi dilaksanakan secara jujur sistimatis jelas
dan ada yang bertanggung jawab
c. Dokumentasi merupakan bukti legal dari pelaksanaan
asuhan kebidanan
E. Registrasi Praktik
Bidan
Bidan merupakan profesi yang diakui secara nasional
maupun intenasional oleh International Confederation of Midwives (ICM). Dalam
menjalankan tugasnya, seorang bidan harus memiliki kualifiksi agar mendapatkan
lisensi untuk praktek.
Praktek pelayanan bidan perorangan (swasta), merupakan
penyedia layanan kesehatan, yang memiliki kontribusi cukup besar dalam
memberikan pelayanan, khususnya dalam meningkatkan kesejahteraan ibu dan anak.
Supaya masyarakat pengguna jasa layanan bidan memperoleh akses pelayanan yang
bermutu dari pelayanan bidan, perlu adanya regulasi pelayanan praktek bidan
secara jelas, persiapan sebelum bidan melaksanakan pelayanan praktek, seperti
perizinan, tempat, ruangan, peralatan praktek, dan kelengkapan administrasi
semuanya harus sesuai dengan standar
Dalam hal ini pemerintah telah menetapkan peraturan
mengenai registrasi dan praktik bidan dalam Keputusan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 900/MENKES/SK/VII/2002 (Revisi dari Permenkes
No.572/MENKES/PER/VI/1996).
Registrasi adalah proses pendaftaran, pendokumentasian
dan pengakuan terhadap bidan, setelah dinyatakan memenuhi minimal kompetensi
inti atau standar tampilan minimal yang ditetapkan. Bidan yang baru lulus dapat
mengajukan permohonan untuk memperoleh SIB dengan mengirimkan kelengkapan
registrasi kepada Kepala Dinas Kesehatan Propinsi dimana institusi pendidikan
berada selambat-lambatnya satu bulan setelah menerima ijazah bidan. Kelengkapan
registrasi meliputi :
1.
Fotokopi ijazah bidan.
2.
Fotokopi transkrip nilai akademik.
3.
Surat keterangan sehat dari dokter.
4.
Pas foto ukuran 4 x 6 cm sebanyak dua lembar.
Bidan yang
menjalankan praktek pada sarana kesehatan atau dan perorangan harus memiliki
SIPB dengan mengajukan permohonan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat,
dengan melampirkan persyaratan yang meliputi :
1.
Fotokopi SIB yang masih berlaku.
2.
Fotokopi ijazah bidan.
F.
Contoh Kasus
Berikut adalah
contoh teks drama kasus tindakan bidan yang melanggar hukum dan etika.
Narator : Rischa (13150060)
Bidan : Sisilia Eka Sriwahyuni (13150058)
Distributor : Lovenia (13150051)
Audit 1 :
Eunike
Sekar Palupi (13150065)
Jaudit 2 :
Putri
Meli Andriyani (13150053)
Pasien 2 : Lina Tadia (13150086)
Pasien 1 :
Novi Dwi Astuti (11150095)
Pembeli : Angelina Shanty Devitasari (11150121)
Seorang Bidan
berinisial “S” sudah lama membuka BPM di sebuah desa di pinggiran kota. Setiap
hari, bidan “S” memiliki pasien yang terbilang tidak sedikit, hanya saja tidak
semua pasien yang membayar jasanya dengan menggunakan uang, melainkan
menggunakan hasil kebun mereka, karena pada umumnya, penduduk sekitar merupakan
petani.
Suatu hari, bidan “S”
merasa tidak puas dengan penghasilan yang ia dapatkan, dan ia pun mulai mencari
cara untuk menambah penghasilannya. menambah penghasilannya.
· Bidan : “wallah...., dikit-dikit singkong,
dikit-dikit jagung. Kenapa toh, sebagian dari pasien ku bayarnya pake benda
kaya gini. Hmmm... harus cari cara ini, biar penghasilan ku lebih banyak dari pada singkong sama jagung ini”.
Beberapa hari sang
bidan pun mendapat kunjungan dari seorang distributor sebuah perusahaan
besar. Kemudian, munculah sebuah tawaran
yang sangat menggiurkan sang bidan.
· Distributor : “bagaimana bu bidan? Mau ngga nerima
tawaran dari saya? Untungnya gede loh bu?”
· Bidan : “gimana yo bu, itukan hal
yang tidak boleh di lakukan bidan.”
· Distributor : “wallah.. yang tidak memperbolehkan
itu siapa to bu? Yang pentingkan warga di
sini tidak tau, ibu bidan tinggal bilang saja klau ini
baik untuk kesehatan,
nana ti ibu kan bisa dapat bonus kalau memenuhi
target.”
· Bidan : “ ya sudah bu, nanti saya
pikirkan lagi.”
· Distributor : “ bener loh ya buk, saya tunggu kabar
dari ibu.”
Sepanjang hari, sang
bidan pun galau memikirkan penawaran yang menggiurkan tersebut, hingga akhirnya
ia memutuskan.
· Bidan : “ya sudah, kalau begini aku
putuskan ambil bisnis ini. Biar aku dapat penghasilan lebih banyak lagi, hehe....”
Bidan menelpon
distributor dan memulai menjalankan bisnisnya.
Apakah bisnis
tersebut...?
Ya, susu formula. Sang
bidan pun selalu memberika paketan susu formula kepada setiap ibu yang sudah
selesai bersalin dengan alasan, susu formula akan menambah konsumsi ASI dan
bergizi untuk bayinya.
· Pasien : “bu’bidan, terimakasih atas
pelayanananya ya bu. Saya akan beristrahat cukup
seperti yg ibu bilang.”
· Bidan : “iya bu, susunya jagann lupa
di berikan pada bayi ibu, karna susu ini berkualitas tinggi ,
nanti biar anak ibu lebih sehat lagi. Dan nanti kalau habis ibu bisa kmbali lagi.”
· Pasien : “iya bu’bidan, trimakasih
sekali lagi bu’bidan....”
Bidan “S” pun terus
menjalankan bisnisnya tersebut, karena keuntungan besar yang ia dapatkan. Ia
selalu memberikan bahkan mempromosikan dan menjual susu formula.
· Pembeli : “ibu, susu formulanya masih
ada?”
· Bidan : “masih dong bu, bagaimana?
Lebih lancarkan pekerjaannya?”
· Pembeli : “iya bu, krna saran bu’bidan
saya jadi ngga taku anak saya kelaparan kalau saya lagi kerja
di kelurahan.”
· Bidan : “Bagus bu, saya senang
mendengarnya.”
Sehingga pada suatu
hari, ada seorang ibu bersalin yg menolak susu formula, tetapi sang bidan tetap
memaksa dan mengatakan bahwa paket persalinan di tempat prakteknya satu paket
dengan pembalut dan susu formula.
· Pasien
2 : “saya hanya ingin
emberikan ASI saja kepada anak saya bu, jadi susu formulanya tidak perlu.
Supaya biayanya tidak terlalu mahal pula.”
· Bidan : “tidak bisa begitu ibu,
karena dari dulu, paket persalinan disini pembayarannya memang di
paketkan bersama pembalut nifas dan susu formula.
Jadi ibu harus membayar sesuai total paket persalinan, walaupun
susu formulanya tidak ibu gunakan.”
· Pasien : “memangnya apa manfaat susu
formula itu bu?”
· Bidan : “manfaatnya sangat banyak
ibu, selain bisa menambah konsumsi ASI, susu formula ini
juga bergizi dan kualitasnya bagus loh bu.”
· Pasien
2 : “tapi, saya cukum
memberikan ASI saja bu”.
· Bidan : “ya bu, tapi ibu tetap harus
membayar susu formula ini, karena tadi sudah sayakan ini satu
paket dengan harga paket persalinan.”
· Pasien
2 : “baiklah bu, saya bayar
sesuai paketnya”
Sesudah pulang dari BPM
bidan sisil, maka sang ibu pun merasa bahwa tindakan bidan tidak adil, karena
tidak memberikan informasi lebih awal tentang adanya susu formula dalam paket
persalinan, lalu ia merasa sang bidan tidak menghargai haknya sebagai pasien.
Sang pasien pun
menceritakan hal tersebut dengan keluarganya, keluarga menceritakan kepada
tetangga-tetangganya, dan tersebarlah kabar tersebut ke seorang bidan yang
merupakan anggota audit maternal perinatal (AMP).
Hingga akhirnya prilaku
sang bidan pun terungkap. Hal ini membuat sang bidan terjearat kasus hukum, dan
sang bidan pun di audit di BPMnya sendiri.
· Hakim : “apa betul anda yg bernama
bidan sesil?”
· Bidan : “iya bu.”
· Hakim : “bisa lihat SIPB anda?”
· Bidan : (menyerahkan SIPB)
· Audit
1 : “apa anda tau, perbuatan
anda melanggar hukum? Menjual atau pun memberikan susu formula
itu, merupakan salah satu tindakan yg bertentangan
dengan ASI ekslusive?”
· Audit
2 : “benar sekali bu, karena
pada Peraturan Pemerintah no.33 tahun 2012
tentang
ASI Ekslusif di katakan pada Bab IV pasal 17 ayat 1 dan 2, yaitu:
(1) Setiap Tenaga Kesehatan dilarang
memberikan Susu Formula Bayi dan/atau produk bayi lainnya yang dapat menghambat
program pemberian ASI Eksklusif kecuali dalam hal diperuntukkan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 15.
(2)
Setiap Tenaga Kesehatan dilarang menerima dan/atau mempromosikan Susu Formula
Bayi dan/atau produk bayi lainnya yang dapat menghambat program pemberian ASI
Eksklusif.
“selain
itu, bidan sisil juga dapat di katakan memalsukan dokumen asuhan, karena pada
dasarnya salah satu isi dari dokumen asuhan pelayanan kebidanan berisi rencana asuhan dan
tindakan yang di lakukan
oleh bidan, tetapi disini terbukti bidan berusaha menutupi prilakunya,
dan terbukti tidak menghargai hak pasien yang sudah menolak
pemberian susu formula dengan alasan yang tidak benar.”
· Audit
1 : “apa bukti kuat anda atas
tuduhan itu buk?”
· Audit
2 : “ini saya punya saksi
bu.(menunjuk saksi). Silahkan bu Lina, ceritakan pada kami apa
yang ibu alami saat selesai bersalin di tempat bidan
sesil”.
· Pasien
2 : “iya bu, waktu saya sudah
bisa kembali kerumah sepulang bersalin, saya
di haruskan membyar paket persalinana yang di dalamnya terdapat
susu formula. Saya sudah menolak tetapi bidan Sesil tetap mengharuskan saya membayar
susu formula tersebut.”
· Audit 2 : “ya buk, selain memberi susu formula, bidan juga
terbukti tidak
melaksanakan standar
praktek kebidanan. Yang pada standar 5 yaitu
Tindakan,
bidan harus melaksanakan tindakan sesuai kebutuhan klien
dan
harus tetap memperhatikan hak kliEN
Dan pada UU No.8/1999 Tentang
Perlindungan Konsumen
Sebagai konsumen
dalam pelayanan kesehatan, pasien dapat dikatagorikan sebagai konsumen akhir, karena ps
bukan produksi. Keadaan
ini telah merubah paradigma, yang mengatakan pelayanan kesehatan
adlah sosial , sekarang beralih kekomersial, dimana setiap tempat
pelayanan kesehatan Rumah Sakit, Klinik, RB, akhirnya pasien harus
mengeluarkan biaya cukup tinggi dalam hak dan kewajiban sebagai seorang pasien.
· Audit 1 : “ baiklah, maka jelas di sini bidan sesil sudah
melanggar hukum.” Dengan
begitu, karena perbuatan bidan sesil ini sudah berjalan lama, dan sudah banyak yang
menjadi korban maka dapat di putuskan bahwa
bidan sisil bersalah
dan akan dikenai hukuman sesuai undang- undang
yang berlaku.
Bidan “S” pun menyesali
perbuatannya dan ia menerima dengan iklas hukuman atas tindakannya.
Kasus
di atas hanyalah fiktif dan cerita derama belaka. Apabila terdapat kesamaan
nama atau pun kejadian, kami mohon maaf.
|
Peraturan
Pemerintah no.33
tahun 2012 tentang ASI Ekslusif di
katakan pada Bab IV
pasal 17 ayat 1 dan 2, yaitu:
(1)
Setiap Tenaga Kesehatan dilarang memberikan Susu Formula Bayi dan/atau produk
bayi lainnya yang dapat menghambat program pemberian ASI Eksklusif kecuali
dalam hal diperuntukkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15.
(2)
Setiap Tenaga Kesehatan dilarang menerima dan/atau mempromosikan Susu Formula
Bayi dan/atau produk bayi lainnya yang dapat menghambat program pemberian ASI
Eksklusif.
Pasal
15
Dalam
hal pemberian ASI Eksklusif tidak dimungkinkan berdasarkan pertimbangan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7, Bayi dapat diberikan Susu Formula Bayi.
Pasal
6
Setiap
ibu yang melahirkan harus memberikan ASI Eksklusif kepada Bayi yang
dilahirkannya.
Pasal
7
Ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 tidak berlaku dalam hal terdapat:
a.
indikasi medis:
b.
ibu tidak ada; atau
c.
ibu terpisah dari Bayi.
Pasal
14
(1)
Setiap Tenaga Kesehatan yang tidak melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 9 ayat (1), Pasal 10 ayat (1), atau Pasal 13 ayat (1) dikenakan
sanksi administratif oleh pejabat yang berwenang berupa:
a.
teguran lisan;
b.
teguran tertulis; dan/atau
c.
pencabutan izin.
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Bidan
yang merupakan salah satu profesi yang profesional tentunya memiliki
syarat-syarat dan standar dalam menjalankan tindakan profesinya, salah satunya
adalah standar praktek kebidanan yang terdiri dari sembilan standar yaitu,
Standar I: Metode Asuhan, Standar II: Pengkajian, Standar III: diagnosa
kebidanan, Standar IV: Rencana Asuhan, Standar V: Tindakan, Standar VI:
Partisipasi Klien, Standar VII: Pengawasan, Standar VIII: Evaluasi, &
Standar IX: Dokumentasi.
B. Saran
Bagi para
bidan maupun mahasiswi calon bidan, hendaknya memahami dan melaksanakan
pelayanan sesuai standar praktek kebidanan yang telah di tentukan dengan tetap
berpedoman pada hati nurani, Pancasila dan Undang-undang yang berlaku, agar
pelayanan ataupun praktek kebidanan dapat berjalan baik dan menghasilkan bidan
yang benar-benar professional.
DAFTAR PUSTAKA
·
Kurnia,
S. Nova.2009. Etika Profesi Kebidanan.
Yogyakarta: Panji Pustaka
·
Wahyuningsih,
Heni. 2007. Etika Profesi Kebidanan. Yogyakarta:
Fitramaya